Selasa, 10 Mei 2016

Pusat Peradaban Masa Lalu Banten * Gunung Pulosari *

GUNUNG Pulosari telah lama dikenal. Dalam sejarah Banten dikatakan Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin melakukan perjalanan dengan tujuan ke Gunung Pulosari yang menurut Sunan Gunung Jati merupakan wilayah Brahmana Kandali. Di atas gunung itu hidup delapan ratus ajar-ajar yang dipimpin Pucuk Umun. Hasanuddin diberitakan konon tinggal bersama mereka selama sepuluh tahun lebih.Keberadaan Gunung Pulosari yang dipercaya sebagai salah satu gunung keramat diperkirakan telah muncul jauh sebelum berdirinya Kerajaan Banten Girang yaitu kerajaan yang bercorak Hindu/Buddha sebelum berdirinya Kesultanan Banten Islam.
Berita-berita dari beberapa pakar kepurbakalaan seperti Pleyte mengisahkan Sanghyangdengdek
berdasarkan sumber cerita Ahmad Djayadiningrat pada tahun 1913 dan NJ Krom dalam
Rapporten van der Oudheikundingen Diens in Nederlandsch Indie tahun 1914
menyatakan pula bahwa di seputar Kabupaten Pandeglang ada peninggalan arkeologi
berupa arca nenek moyang. Salah satu arca yang dimaksud adalah patung tipe
polinesia di Tenjo (Sanghyangdengdek). Gambaran Gunung Pulosari sebagai gunung keramat diperoleh pula dari keterangan
Claude Guillot bahwa di Desa Sanghyangdengdek, Kecamatan Saketi, Kabupaten
Pandeglang terdapat pemujaan lama yang menyandang nama dewa. Tempat pemujaan
tersebut sudah lama dikenal berupa batu berdiri yang tingginya kira-kira satu
meter dan puncaknya dipahat sederhana dan kasar berbentuk kepala, mata bulat,
mulutnya hanya berupa goresan, telinganya dibuat hanya tipis sederhana dan
hidung tidak nyata, lengan-lengan dan kelamin lelaki kelihatan pula, tetapi
hampir tidak menonjol.
Tidak hanya itu. Keberadaan Gunung Pulosari yang dikenal sebagai gunung keramat
dapat dikatakan sebagai salah satu pusat peradaban masa lalu di daerah Banten.
Pernyataan ini tentunya didukung bukti-bukti peninggalannya. Kira-kira empat
kilometer dari Sanghyangdengdek di atas bukit Kaduguling tepatnya di perbatasan
Desa Sukasari dan Desa Bongkaslandeuh, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang
terdapat kompleks megalitik berlanjut yang disebut Batu Goong-Citaman.
Hasil penggambaran Direktorat Purbakala tahun 1999, tampak situs Batu Goong
adalah punden berundak yang merekayasa bentukan alam. Bukit Kaduguling sebagai
bukit tertinggi di seputar situs, posisinya tepat berada pada garis lurus ke
Sanghyangdengdek berorientasi ke puncak Gunung Pulosari dibentuk
pelataran-pelataran bertrap-trap makin ke timur makin tinggi menjadikan bentuk
memusat ke belakang. Di tempat tertinggi itulah ditempatkan Batu Goong bersama
menhir. Menhir ini berdiri di tengah-tengah sebagai pusat dikelilingi oleh
batu-batu yang berbentuk gamelan seperti gong dan batu pelinggih. Formasi
semacam ini lazim disebut formasi “temu gelang”. Di tempat lain dapat
diperbandingkan dengan peninggalan megalitik di Matesih, Jawa Tengah, dan di
situs Pugungraharjo di Lampung Timur.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar